Budi Nurastowo Bintriman Penggiat Pendidikan Kota Bantul |
Ambisi politik para politikus untuk merebut jabatan politik adalah sah belaka. Tak terkecuali Yusril. Tapi yang perlu dicermati adalah karakternya. Ia adalah si manusia panggung. Jadi jika sekiranya kubu Prabowo-Sandi dari awal menyediakan panggung untuk Yusril, maka dijamin ia tak akan menyeberang. Begitupun di kubu Joko-Amin. Maka yang penting baginya tersedianya panggung. Sejatinya, perkara menang atau kalah Pilpres, itu urusan ke dua. Sedang jatah kursi menteri menjadi prioritas ikutan berikutnya. Prioritas utama Yusril adalah tersedianya panggung untuknya.
Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden |
Dulu di awal masa reformasi, Yusril dengan pintarnya menciptakan panggung untuk menampilkan dirinya sendiri. Saat sidang MPR berlangsung, ia mundur dari pencalonannya sebagai presiden. Ia "merelakan" Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang "jadi presiden". Dalam pengantar singkatnya, ia ingin menjalin hubungan baru dengan "warga NU" (dahulu Masyumi dengan Partai NU pernah renggang). Di situ ia memperoleh tepuk-tangan gemuruh dari kalangan umat Islam. Saat itu panggung sudahdiperoleh. Berikutnya ia mengincar kursi menteri. Itupun ia dapatkan.
Kini tujuan Yusril untuk mendapatkan panggung, telah tercapai dengan manis. Ia menjadi "kreator" pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Pembebasan yang sebenarnya kontroversial. Tapi justeru panggung kontroversial inilah yang sangat Yusril dambakan. Maka untuk beberapa hari ke depan, ia akan selalu tampil di panggung. Panggung yang lakonnya bakalan ditunggu-tunggu publik babak demi babak. Jelas, inilah panggung dambaan Yusril. Berikutnya jika Joko-Amin menang Pilpres, ia pasti mengincar jabatan menteri.
Kontroversi pembebasan Abu Bakar Ba'asyir ini setidaknya ada tiga hal : (1) Pembebasan yang seharusnya memang menjadi hak Abu Bakar Ba'asyir, karena memang sudah tiba waktunya. Pembebasan menjadi terkendala, karena perkara tanda tangan, yang juga bisa memunculkan kontroversi baru. Di sinilah cerdiknya Joko Widodo dan Yusril. (2) Pandangan mata dunia internasional tentu tertuju kepada Indonesia. Sangat mungkin mereka tak sepakat atas pembebasan Abu Bakar Ba'asyir ini. Kemudian sampai pada aksi menekan Indonesia beramai-ramai. (3) Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir di tahun politik, hanya akan dianggap sebagai upaya menangguk suara dari kalangan Islam. Ini tak bisa dihindarkan.
Di panggung yang gemerlap inilah Yusril akan "menyanyi" dan "menari". Tapi jika dalam kenyataannya nanti Joko-Amin kalah Pilpres 2019, maka Yusril akan berusaha cari panggung baru. Mungkin bisa di kabinet Prabowo-Sandi. Tapi tak menutup kemungkinan tetap di kubu Joko-Amin sebagai opisisi. Baginya yang terpenting adalah tersedianya panggung. Panggung apa sajalah! Setidaknya sidang-sidang sengketa Pilpres akan menjadi panggung baru berikutnya.
Namun demikian, ada kerugian yang kurang diperhitungkan oleh kubu Joko-Amin. Publik yang waras menganggap, bahwa rezim petahana sedang panik menghadapi tanda-tanda kekalahan. Akhirnya kubu Joko-Amin menempuh segala cara. Cara yang kotor dan plin-plan. Kotor karena ia telah mempermainkan dan memperalat hak azasi seseorang (Abu Bakar Ba'asyir). Plin-plan, karena di satu sisi rezim ingin mengesankan diri perang melawan teroris. Tapi di sisi lain bisa iba hati terhadap teroris. Kelompok radikal anti Islam di kubu Joko-Amin pun pasti bingung terhadap manuver plin-plan ini. Tapi Yusril tak akan ambil pusing, karena yang terpenting ada panggung untuk "bernyanyi" dan "menari". Wa-ALLAHU a'lam bishshawwab.
Penulis: Budi Nurastowo Bintriman