Akhir-akhir ini pola kehidupan Aktivis milineal atau kontemporer di era reformasi mengalami transformasi. Sehingga daya dobrak dan daya kriris semakin tumpul justru yang semakin membesar daya bully dan daya intimidasi layaknya menjatuhkan seorang lawan tanpa terhormat meski sesama mahasiswa antar satu dengan yang lainnya.
Itulah kenapa anak bangsa kesulitan dalam menyamakan sebuah ide dan gagasan besar dalam memajukan bangsa ini lebih bermartabat, berwibawa, berkemajuan dan berkemandirian. Padahal ujung tombak dan jantungnya adalah para pemuda dan tentunya para Aktivis yang mendalami proses intelektual dan proses aktual gerakan perubahan. Perlu diketahui bahwa aktivis bukanlah aktor politik bila melakukan sebuah kritikan dan pendobrakan ide, melainkan posisinya adalah sebagai kaum intelektual muda yang memberikan respon serta pengawasan terhadap hal yang tidak sesuai cita-cita bangsa.
Sebab posisinya adalah pertengahan yang dapat menyatukan antara penguasa dan rakyat atau masyarakat. Justru proses politik dan politisasi itu selalu datangnya dari para aktor politisi dan seluruh jajarannya dan elemennya sampai level terbawah.
Ada framing yang dibangun dengan gaya counter of back artunya serangan yang membalikkan suatu keadaan yang pada dasarnya keadaan itu sudah benar dan bersih serta netral dan menjadi sebuah kesalahan besar dengan framing global yang diciptakan. Sehingga kesannya adalah selalu membidik dan mematikan sebuah kebenaran, progresivitas, dan solusi.
Bangsa ini merindukan aktivis yang banyak mengisi karya dengan segala kemampuannya. Baik itu karya lisan, tulisan, program nyata, pemberdayaan, demonstrasi, revolusi, dan lain sebagainya dalam kerangkan menghidupkan peran aktivis yang sesungguhnya sebagai kaum cendikiawan, kaum intelektual, dan kaum perubahan yang sangat segar ide serta gagasannya.
Bukan hanya selalu disandingkan dengan formasi politik aktivis yang seolah akan menjadi penguasa atau pemimpin instan negeri dan bangsa ini. Tentu aktivis masih memiliki proses panjang untuk menempuhnya baik dari segi pendidikan, pengalaman, dan pengetahuan tentunya.
Aktivis yang dirindukan bangsa adalah aktivis yang meneruskan amanat undang-undang 1945 dan pancasila yang sesuai dengan historis kebangsaan para founding father yang sangat kental nilai filosofis, orisinalitas dan kemurniannya.
Sebab bila dilihat dengan kontekstual kekiniannya ternyata mengalami perubahan makna secara esensi tergantunh siapa yang membumbui dan menambahkan cita rasa landasan dasar bangsa itu. Banyak cita-cita yang secara teks, sumber, pedoman dan hukum jelas untuk diwujudkan dari tangan-tangan aktivis sebagai generasi pemimpin masa depan baik persoalan khsusu maupun secara umum. Dari mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan perdamaian dunia, keadilan sosial dan lain sebagainya.
Realitas aktivis yang semakin apatis terhadap isu kebangsaan dan sangat pragmatis dengan kehidupan sosial serta sangat hedonis dengan kebutuhan hidup di era modernisasi dan globalisasi. Ini menjadi catatan hitam sejarah aktivis dari masa ke masa dan akan menciptakan kemerosotan ataupun distorsi dinamika aktivis yang penuh daya kritis, daya dobrak, daya juang, daya perubahan, dan daya gagasan yang kuat.
Akan tetapi selagi masih ada aktivis yang di dalam dadanya dan jiwanya semangat bangsa dalam merubah dengan semangat berlandaskan nilai filosofis, maka bangsa ini akan maju tanpa kehilangan hakikat kebangsaan dan historis kebangsaannya. Sebab punya tanggung jawab moral sebagai aktivis kekinian di era milenial tanpa harus sama dengan sejarah dinamika aktivis pendahulu nya dan tanpa kehilangan nilai-nilai perjuangan, nilai-nilai idealisme, nilai-nilai ideologi dan nilai perubahan serta progresnya.
Maka dengan begitu aktivis dari masa ke masa adalah aktivis yang membangun bangsa ini dengan kemajuan serta menajadi aktivis yang dirindukan bangsa itu sendiri sesuai amanat yang sudah ditetapkan secara filosofis tentunya.
Penulis: Rendy Putra Revolusi